Jumat, 20 Sep 2024
NasionalPendidikanPopulerTerkiniViral

Meningkatkan Keterlibatan Publik dalam Pemilu 2024 Melalui Komunikasi Politik yang Berkualitas

  Vivanews-id.com — Menanggapi dinamika Pemilihan Umum 2024 di Indonesia, peran penting komunikasi politik dalam aspek keterlibatan publik menjadi sorotan utama. Artikel ini membahas tentang strategi yang digunakan oleh politisi, terutama melalui media sosial untuk membentuk persepsi publik, mempengaruhi keputusan memilih, dan menciptakan citra positif. Tentunya dengan memahami bagaimana media sosial bekerja sebagai alat komunikasi, bagi para politisi mengenai bagaimana cara beradaptasi dengan tantangan baru untuk membangun demokrasi yang sehat.

Seiring dengan perkembangan teknologi, media sosial telah menjadi wadah sentral bagi komunikasi politik dan memberikan dampak signifikan pada pilihan publik. Banyaknya tantangan yang muncul dalam menjaga integritas informasi di tengah penyebaran berita palsu, transparansi dan kejujuran dalam strategi komunikasi politik melalui media sosial sangatlah penting. Perlu juga mempertimbangkan risiko dan manfaatnya dalam mengarahkan partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum mendatang nanti.

 Pentingnya Komunikasi Politik yang Sehat dan Berkualitas dalam Membangun Demokrasi yang Baik

Manusia sejatinya merupakan makhluk sosial yang membutuhkan bantuan orang lain dalam hidupnya. Cara yang mereka lakukan adalah melalui komunikasi, dimana komunikasi ini menjadi jembatan atas apa-apa yang ingin dikatakan oleh seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Walgito (2003:75) menjelaskan bahwa pada dasarnya dalam komunikasi adalah proses penyampaian dan penerimaan simbol-simbol yang bermakna. Setidaknya dibutuhkan satu komunikan dan komunikator yang saling memberikan informasi atau pesan hingga terjadilah komunikasi.

Bidang komunikasi ini berkembang dan dapat disesuaikan berdasarkan kebutuhan masyarakat, mengingat banyak sekali aspek yang dihadapi oleh setiap manusia. Tahun 2024 ini, Indonesia dihadapi dengan kegiatan politik yang mengharuskan warganya yang berusia 17 tahun ke atas untuk memilih presiden dan wakil presiden baru untuk memimpin negara ini. Ketentuan-ketentuan seorang pemimpin yang perlu diperhatikan akan menjadi acuan bagi masyarakat untuk menentukan pilihan karena sesungguhnya masyarakat ingin negara ini berkembang terus menjadi lebih baik lagi dengan pimpinan yang juga baik. Karakter yang dilihat oleh masyarakat seperti bagaimana citra mereka dikembangkan agar masyarakat mengetahuinya, track record mereka selama ini, dan lainnya. Oleh karena itu munculah sebuah bahasan mengenai komunikasi politik yang digunakan dalam ranah politik.

Komunikasi politik menurut Harsono Suwardi (1997:781) dapat diartikan sebagai penyampaian pesan yang bermuatan informasi politik dari suatu sumber kepada sejumlah penerima pesan yang nantinya akan mempengaruhi kedudukan seseorang yang ada dalam sebuah struktur kekuasaan tertentu. Sejatinya komunikasi politik ini serupa dengan framing yang dilakukan untuk membuat khalayak melihat tokoh atau hal berbau politik menyesuaikan apa yang mereka ingin tunjukan ke publik. Era 5.0 yang serba canggih ini dimanfaatkan begitu baik oleh para politisi dengan memanfaatkan media sosial atau media massa untuk mereka melakukan komunikasi politik ini kepada publik. Tapi, sangat disayangkan sekali karena penyebaran informasi melalui media sosial atau massa ini seringkali tidaklah nyata atau benar sepenuhnya karena sudah dilakukan framing, agenda setting, atau lebih parahnya lagi informasi tersebut hanyalah hoax semata.

Menurut Majid (2019:54) komunikasi politik diartikan sebagaimana pandangan dan penilaian dari khalayak menjadi sangat berarti dan krusial sehingga dibutuhkan strategi komunikasi politik yang sangat terarah agar tujuan kampanye mereka dapat tercapai yaitu mendapatkan banyak suara. Melalui alasan tersebut yang tentunya mengharapkan khalayak mau mengikuti apa yang ingin ditunjukkan oleh para politisi, maka dibutuhkan strategi-strategi yang dapat menarik simpati serta minat mereka untuk kedepannya memilih mereka menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika strategi ini berhasil tentunya khalayak bisa mempercayai pemimpin yang mereka pilih sepenuh hati sehingga membuat demokrasi yang baik akan mudah tercapai.

Salah satu cara yang sudah dilakukan oleh partai di Indonesia untuk mengambil simpatik publik adalah dengan menggunakan kaderisasi artis atau public figure. Tentunya untuk mendongkrak elektabilitas partai politik karena public figure jauh lebih dikenal khalayak dan rata-rata mereka sudah menjadi influencer di media sosial mereka sehingga pengaruhnya menjadi jauh lebih besar. Strategi lain yang dilakukan adalah dengan menggunakan konten yang disebar di media massa. Nimmo (2003:58) sangat menekankan mengenai penyusunan strategi terbesar yang sangat dipantau oleh para politisi yaitu melalui media massa karena menjadi sumber juga penyebar informasi paling luas. Khalayak tentunya juga tahu bahwa media massa memiliki sebaran yang meluas dan dapat menjangkau paling banyak khalayak sehingga tidak heran semakin marak konten di televisi juga youtube yang melibatkan partai-partai seperti iklan dengan jingle mereka. Amala & Riyantini (2019:176) menyatakan bahwa akses paling mudah, cepat serta praktis dapat dilihat melalui media online terutama oleh masyarakat yang haus informasi.

Strategi yang demikian tidaklah salah, namun jika yang disampaikan dalam pesan komunikasi politik tersebut hanyalah bernilai omong kosong tanpa adanya kerja nyata pada masyarakat kelak maka akan sia-sia. Tidaklah bisa demokrasi yang diinginkan dan menjadi cita-cita sebelumnya dapat tercapai dengan baik. Benar adanya khalayak akan menaruh empati serta tertarik, namun hanya diawal saja dan menilai bahwa strategi yang telah dilakukan sebelumnya hanyalah demi penampilan dan popularitas di depan publik semata. Oleh karena itu komunikasi politik yang dilakukan dengan strategi tersebut sudahlah menarik bagi khalayak hanya saja perlu dibuktikan pula agar khalayak percaya dan demokrasi yang baik akan terbentuk dengan baik pula.

 Para Politisi Membangun Citra yang Positif Melalui Media Sosial

Hadirnya media baru seperti sosial media mempermudah khalayak dalam mengakses informasi, mengedukasi, sarana hiburan, bahkan media persuasi tentunya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai makhluk sosial. Adanya internet juga membuat pergerakan informasi menjadi sangat cepat dan dapat diakses dimanapun. Begitu pula pada aspek politik yang dimanfaatkan para tokoh terkait untuk menyebarkan informasi mengenai hal berbau politik yang serta mengajak khalayak untuk mau bergabung atau memberikan suara bagi mereka. Pamungkas (2013:93) menilai bahwa salah satu manfaat media sosial yang digunakan oleh para politisi untuk membujuk khalayak agar menjadi pendukung mereka yaitu dengan membuat atau menyebarkan hal-hal persuasif yang meyakinkan.

Memanfaatkan penggunaan media sosial secara tepat tentunya dapat menjadi batu loncatan untuk memperlihatkan kepada publik perspektif seperti apa yang ingin diperlihatkan ke hadapan publik. Membangun reputasi, mencari perhatian publik sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya sehingga khalayak akan tertarik untuk melihat lebih jauh terhadap partai politik mereka dengan cara yang dilakukan seperti di atas yaitu menggunakan influencer, artis, iklan jingles, dan lainnya. Biasanya dari cara-cara tersebut menunjukkan setidaknya visi juga misi serta janji apa yang digaungkan oleh mereka untuk sekiranya dapat menarik atensi publik. Jika dirasa janji tersebut menarik, maka khalayak akan secara tidak langsung mendukung mereka. Menurut Mulyadi (2023:5) penggunaan media dalam komunikasi politik dapat menjadi wadah untuk membentuk citra diri para politisi juga citra partai politiknya dengan tujuan tentunya untuk memperoleh suara dan dukungan dari khalayak.

Membangun citra diri melalui media sosial dan media massa juga dikatakan sangat mudah karena jangkauannya yang luas dan bisa dilakukan dimana saja. Hanya saja, menggunakan media sosial untuk hal ini juga memiliki dampak negatif yang tidaklah kecil. Salah satunya adalah banyaknya manipulasi dan juga kebohongan. Entah dibuat secara langsung sebagai bentuk framing memperbagus diri di media atau bahkan dibuat oleh orang lain yang menyanjung-nyanjung tokoh politik tersebut. Jika memang hal tersebut tidaklah didasari oleh kebenaran, maka saat kebenaran tersebut terkuak tentunya akan menarik amarah publik. begitu juga dengan cara menggunakan artis atau influencer untuk membangun dan memperkuat citra diri mereka melalui media, jika artis atau influencer yang dipilih tidak bisa menjaga nama baiknya sendiri seperti terkena kasus tertentu tentunya hal tersebut juga akan membawa nama tokoh politik dan partai politik yang menaunginya menjadi terseret. Juliswara & Muryanto (2022:648) mengatakan bahwa banyak risiko yang dapat terjadi karena melakukan komunikasi politik melalui media sosial ini, seperti maraknya hoax berisi tuduhan untuk saling menjatuhkan dan merusak citra pesaing.

Semuanya akan kembali pada bagaimana publik menilai seorang politisi tersebut dan juga partai politik mereka, tentunya dari apa yang telah mereka coba perlihatkan dan buktikan secara nyata. Mengapa mereka menggunakan media sosial sebagai sarana komunikasi politik membangun citra positif karena era saat ini yang serba canggih dan kemanfaatan yang diberikan sangatlah membantu kinerja promosi bagi mereka. Khalayak yang saat ini mengandalkan media sosial untuk mencari informasi, membuat urgensi media sosial dengan politik serta komunikasi politik ini menjadi sangat berimbang. Komunikasi politik yang secara tidak sadar sudah dilakukan pada masa pemilu 2024 ini yaitu saat topik-topik hangat seputar debat capres dan cawapres, khalayak akan berbondong-bondong menuju media sosial mencari berita terbaru dan ikut serta berdiskusi memberikan opini serta masukan terkait topik yang ada. Citra yang dibuat di media seperti menjadi pribadi yang ramah, akrab dengan publik, cerdas, dan lainnya janganlah hanya sebagai ajang show up semata tanpa adanya pembuktian.

 Media Sosial Dapat Menjadi Alat Komunikasi yang Ideal untuk Berinteraksi dengan Masyarakat

Menurut Nasrullah (2015:1) media sosial adalah medium di internet yang memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain membentuk ikatan sosial secara virtual. Penggunaan media sosial bagi para politisi ini disebut ideal karena ciri sosial media yang luas sehingga dapat menarik perhatian publik secara menyeluruh. Hal ini dapat disebut ideal jika bukan hanya terjalin atas keinginan satu pihak melainkan kedua belah pihak sehingga terjalin interaksi dan komunikasi politik secara dua arah. Menurut Firmanzah, 2008 mengatakan bahwa ketertarikan akan muncul ketika partai politik mampu mendayagunakan segala potensi sumber daya yang memungkinkan untuk membentuk citra baik dan dapat memperlihatkan keunikan yang memikat pemilih. Maka, penting bagi partai politik untuk memiliki marketing politik yang dapat menunjukkan kekhasan dan daya pikat khalayak luas yang biasanya tercermin dari ideologi yang diusung.

Sandra (2013:5) mengungkapkan bahwa setiap pengguna media sosial termasuk di dalamnya politisi dapat memproduksi pesan dengan publik yang lebih terarah karena tersedianya stimulus teknologi yang modern selama kampanye untuk menjalin hubungan kembali dengan pemilih. Kembali lagi pada tujuan mereka melakukan promosi melalui media sosial ini adalah untuk menarik simpati suara juga dukungan dari public. Maka dari itu penggunaan media untuk membangun citra, berinteraksi komunikasi politik dengan khalayak menjadi sangat penting. Media sosial juga tentunya memiliki perspektif yang mereka sangatlah bebas untuk berpendapat dan menaruh suara juga pilihan terhadap politisi yang ada. Oleh karena itu, interaksi yang terjadi bukan hanya dari sesama pendukung yang sama atau satu prinsip, namun berbeda kepentingan pun ada sehingga penilaian dapat dilihat dari berbagai sisi yang meluas.

Seluruh kalangan dari politisi juga masyarakat bisa sama-sama menunjukkan citranya masing-masing dengan berinteraksi agar tercipta tujuan tadi berupa ikatan visual yang baik. Jangan sampai dampak negatif seperti hanya terpaku pada satu opini tertentu malah akan membuat komunikasi politik di media sosial ini menjadi gagal dan merusak keidealan yang telah dibuat terlebih jika opini atau berita tersebut tidaklah benar atau kredibel. Jika percaya pada satu hal sepenuh hati bisa saja menjadi tambahan informasi baru atau menjadi pembodohan tanpa disengaja.

Menghadapi Pemilihan Umum 2024, komunikasi politik yang efektif, terutama melalui media sosial, adalah kunci untuk menarik perhatian publik. Strategi menggunakan artis, influencer, dan konten media massa membantu membangun citra positif, namun kejujuran dan integritas informasi harus diutamakan. Interaksi dua arah melalui media sosial dapat memperkuat hubungan antara politisi dan masyarakat, tetapi politisi harus berhati-hati terhadap risiko seperti penyebaran informasi palsu. Dengan demikian, komunikasi politik yang terfokus pada integritas dan partisipasi masyarakat dapat membentuk demokrasi yang sehat dan kuat.

 Daftar Pustaka

Dwiyanti, D. A., Nurani, I., Alfarizi, M. N., & Hubbah, R. D. (2023). Pengaruh Media Sosial terhadap Partisipasi Politik Warga Negara: Dampak Positif dan Negatif. Advanced In Social Humanities Research, 1(4), 298-306.
Faradis, N., Al Fauzah, N. A., & Al Anshori, M. I. (2023). Media Sosial dan Persepsi Publik: Analisis Strategi Kampanye Digital Calon Presiden Indonesia 2024. In Prosiding Seminar Nasional Ilmu Ilmu Sosial (SNIIS) (Vol. 2, pp. 643-652).
MAJID, N. (2023). Strategi Komunikasi Politik Dalam Pemilihan Umum Di Era Digital. PERSEPTIF: Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, 1(2), 53-61.
Mulyadi, I. F. (2023). Strategi Personal Branding Prabowo Subianto Sebagai Capres Melalui Media Sosial. Philosophiamundi, 1(2):1-11.
Noak, P. A. (2023). Politik Hukum, Demokrasi Digital, dan Kekuasaan Partai Politik Menyongsong Pemilu 2024 di Indonesia. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 12, 596-612.
Ramdan, A. S., Fadzilah, A. F., & El Misbah, A. H. (2023, November). Analisis Perbandingan Komunikasi Politik Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Anies Baswedan Melalui Video “3 Bacapres Bicara Gagasan” di Channel YouTube Najwa Shihab. In Prosiding Seminar Nasional Ilmu Ilmu Sosial (SNIIS) (Vol. 2, pp. 780-791).
Setiadi, A. (2016). Pemanfaatan media sosial untuk efektifitas komunikasi. Cakrawala: Jurnal Humaniora Bina Sarana Informatika, 16(2).

 

Penulis: Lutvia Widya Putri
Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media

Tags:Demokrasi DigitalKomunikasi PolitikPemilu 2024Udayana Masterlaw Journal


Baca Juga